~dimuat di milis ngobrolin teater pada 8 September 2005~
Diiringi rasa penat yang sangat setelah menempuh perjalanan menyusuri aspal sepanjang Sewon hingga Condongcatur. Menjadi segar kembali saat di Sosietet sore itu, kujumpai kawan-kawan Teater yang tengah observasi panggung. Dipandu oleh Kawan Ucil dari TGM beserta beberapa
crew yang lain aku sempat ngobrol santai dengan beberapa kawan dari peserta Festamasio 3 ini.
Agak melegakan ketika insan Teater memahami kegiatan Festamasio ini adalah sebuah pesta. Layaknya suatu perhelatan massal yang melibatkan element Teater dari seluruh penjuru Indonesia. Malamnya nongol sebentar di gelanggang mahasiswa UGM buat nonton Welcome Party yang cukup meriah.
Sampai di titik ini, aku merasakan denyut kemeriahan pesta itu.
Hampir saja aku tak beranjak dari tempat itu karena gema pesta mulai menyusup ke sekujur ruang bathinku. Namun amanat untuk menyelesaikan beberapa tugas memaksaku untuk melangkahkan kaki meninggalkan ruang yang sayup masih tercium aroma pesta itu. Sebuah Pesta kawan, jadi janganlah engkau terlalu bersungut dan berkernyit dahi untuk mencari yang lain. Bolehlah kita berseberangan dalam memaknai sebuah perhelatan namun kembali kepada muara persoalannya adalah pesta ini menjadi sah saja untuk diselenggarakan. Apakah ia nantinya akan membawa dampak yang positif bagi pertumbuhan Teater dikemudian hari, itu adalah agenda lain yang kiranya tak perlu
terlalu kita dramatisir didalam menikmati pesta ini. Ada salah kaprah yang hampir merata dikalangan kawan-kawan Teater yang sering "menyamaartikan" festival dengan sebuah kejuaraan seperti invitasi bola basket misalnya. Padahal tentunya dimensi berkesenian bisa jadi akan sangat berbeda dengan dimensi olah raga. Bolehlah kita menengok ucapan mas Willy beberapa waktu silam tentang polemik sebuah festival bagi event kesenian. Meski tak perlu lagi
kita pertanyakan pentingkah ukuran kalah menang dalam hal ini. Saya hampir percaya, bahwa insan Teater yang hadir dan turut menyemarakkan Festamasio 3 ini pastinya (semoga) adalah orang-orang yang cukup 'akil-balik' dalam menyikapi fenomena. Menjadi kelihatan naif dan kedengaran janggal kalau yang diperebutkan sekadar simbol status 'menjadi no 1', 'to be number one', 'numero uno' atau apapun namonyo... Sebab, meminjam bahasa mas Willy, "Didalam ilmu silat tak ada juara nomer dua karena untuk menjadi juara pertama pastilah sang juara telah dengan sukses menebas leher penantangnya, sementara didalam ilmu surat (mohon dibaca Teater!CS) tak ada juara nomer satu, sebab setiap penilaian pastilah tak mungkin bisa menghilangkan unsur subyektivitas atas nilai itu sendiri". Sementara selalu saja ada kemungkinan dari selaksa kemungkinan yang lain. Maka dengan segenap kerendahan hati mari kita sikapi perhelatan ini sebagai ajang silaturahmi dikalangan insan teater. Siapapun nanti yang ditasbihkan oleh para dewan juri (yang pastinya terhormat) itu tentunya akan kita hormati bersama-sama. Lagi pula panitiapun saya rasa sudah cukup memberi "bingkisan asyik"yang bisa kita bawa pulang kerumah masing-masing sebagai oleh-oleh yakni workshop,sarasehan serta diskusi saat pemutaran film festival. Kiranya tak perlu berpanjang lebar lagi, karena setelah kupostingkan tulisan ini masih ada lagi kegiatanku untuk hadir di LIP buat ikutan menikmati bagian dari pesta yang bertajuk Festamasio ini.
Akhir kata, selamat datang dan berjuang. Kalianlah para pejuang itu sesungguhnya. Datang di ibukota perjuangan dan berjuang untuk tetap menegakkan nilai-nilai teater ditengah arus deras penggerusan budaya yang diam-diam telah sering membuat bathin kita tiarap sepanjang masa.
Sampai Jumpa di mana saja!
Catur Stanis, lagi seneng jalan-jalan.
Diiringi rasa penat yang sangat setelah menempuh perjalanan menyusuri aspal sepanjang Sewon hingga Condongcatur. Menjadi segar kembali saat di Sosietet sore itu, kujumpai kawan-kawan Teater yang tengah observasi panggung. Dipandu oleh Kawan Ucil dari TGM beserta beberapa
crew yang lain aku sempat ngobrol santai dengan beberapa kawan dari peserta Festamasio 3 ini.
Agak melegakan ketika insan Teater memahami kegiatan Festamasio ini adalah sebuah pesta. Layaknya suatu perhelatan massal yang melibatkan element Teater dari seluruh penjuru Indonesia. Malamnya nongol sebentar di gelanggang mahasiswa UGM buat nonton Welcome Party yang cukup meriah.
Sampai di titik ini, aku merasakan denyut kemeriahan pesta itu.
Hampir saja aku tak beranjak dari tempat itu karena gema pesta mulai menyusup ke sekujur ruang bathinku. Namun amanat untuk menyelesaikan beberapa tugas memaksaku untuk melangkahkan kaki meninggalkan ruang yang sayup masih tercium aroma pesta itu. Sebuah Pesta kawan, jadi janganlah engkau terlalu bersungut dan berkernyit dahi untuk mencari yang lain. Bolehlah kita berseberangan dalam memaknai sebuah perhelatan namun kembali kepada muara persoalannya adalah pesta ini menjadi sah saja untuk diselenggarakan. Apakah ia nantinya akan membawa dampak yang positif bagi pertumbuhan Teater dikemudian hari, itu adalah agenda lain yang kiranya tak perlu
terlalu kita dramatisir didalam menikmati pesta ini. Ada salah kaprah yang hampir merata dikalangan kawan-kawan Teater yang sering "menyamaartikan" festival dengan sebuah kejuaraan seperti invitasi bola basket misalnya. Padahal tentunya dimensi berkesenian bisa jadi akan sangat berbeda dengan dimensi olah raga. Bolehlah kita menengok ucapan mas Willy beberapa waktu silam tentang polemik sebuah festival bagi event kesenian. Meski tak perlu lagi
kita pertanyakan pentingkah ukuran kalah menang dalam hal ini. Saya hampir percaya, bahwa insan Teater yang hadir dan turut menyemarakkan Festamasio 3 ini pastinya (semoga) adalah orang-orang yang cukup 'akil-balik' dalam menyikapi fenomena. Menjadi kelihatan naif dan kedengaran janggal kalau yang diperebutkan sekadar simbol status 'menjadi no 1', 'to be number one', 'numero uno' atau apapun namonyo... Sebab, meminjam bahasa mas Willy, "Didalam ilmu silat tak ada juara nomer dua karena untuk menjadi juara pertama pastilah sang juara telah dengan sukses menebas leher penantangnya, sementara didalam ilmu surat (mohon dibaca Teater!CS) tak ada juara nomer satu, sebab setiap penilaian pastilah tak mungkin bisa menghilangkan unsur subyektivitas atas nilai itu sendiri". Sementara selalu saja ada kemungkinan dari selaksa kemungkinan yang lain. Maka dengan segenap kerendahan hati mari kita sikapi perhelatan ini sebagai ajang silaturahmi dikalangan insan teater. Siapapun nanti yang ditasbihkan oleh para dewan juri (yang pastinya terhormat) itu tentunya akan kita hormati bersama-sama. Lagi pula panitiapun saya rasa sudah cukup memberi "bingkisan asyik"yang bisa kita bawa pulang kerumah masing-masing sebagai oleh-oleh yakni workshop,sarasehan serta diskusi saat pemutaran film festival. Kiranya tak perlu berpanjang lebar lagi, karena setelah kupostingkan tulisan ini masih ada lagi kegiatanku untuk hadir di LIP buat ikutan menikmati bagian dari pesta yang bertajuk Festamasio ini.
Akhir kata, selamat datang dan berjuang. Kalianlah para pejuang itu sesungguhnya. Datang di ibukota perjuangan dan berjuang untuk tetap menegakkan nilai-nilai teater ditengah arus deras penggerusan budaya yang diam-diam telah sering membuat bathin kita tiarap sepanjang masa.
Sampai Jumpa di mana saja!
Catur Stanis, lagi seneng jalan-jalan.
1 komentar:
sik yo bung!
Posting Komentar